Audit Pajak: Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Tahapan Prosesnya
- By Admin
- 10 April 2025

Audit pajak merupakan bagian penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Proses ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bagi banyak orang, audit pajak terdengar menakutkan, tetapi dengan pemahaman dan persiapan yang tepat, proses audit pajak dapat dijalani dengan lancar.
Artikel ini akan membahas mengenai audit pajak, mulai dari pengertiannya, dasar hukum yang mengatur, jenis, hingga kriteria yang membuat seorang Wajib Pajak berpotensi diaudit. Dengan memahami hal ini, Anda dapat mengelola pajak bisnis atau pribadi dengan lebih baik.
Apa Itu Audit Pajak?
Audit pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Baca juga: Cara Menghitung PPh 21
Tujuan Audit Pajak
Tujuan dari audit pajak adalah:
- Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan: DJP ingin memastikan bahwa Wajib Pajak telah melaporkan dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Tujuan lain: Audit pajak yang dilakukan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Audit pajak dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang merupakan individu maupun perusahaan.
Baca juga: Apa Itu SPT Tahunan Badan
Dasar Hukum Audit Pajak di Indonesia
Audit pajak di Indonesia memiliki landasan hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Beberapa peraturan utama yang mengatur antara lain:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.
DJP memiliki wewenang untuk melakukan audit terhadap Wajib Pajak berdasarkan data yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan/atau pihak ketiga, terutama apabila Wajib Pajak menyampaikan SPT dengan status lebih bayar pajak (restitusi).
Baca juga: Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan
Jenis Audit Pajak
Audit pajak dapat dikategorikan berdasarkan metode dan tujuannya. Berikut adalah jenis-jenis audit pajak:
1. Audit Pajak Lengkap (Pemeriksaan Lengkap)
Pemeriksaan Lengkap dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
2. Audit Pajak Terfokus (Pemeriksaan Terfokus)
Pemeriksaan Terfokus dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
3. Audit Pajak Spefisifik (Pemeriksaan Spesifik)
Pemeriksaan Spesifik dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
4. Audit untuk Tujuan Lain
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia yang dapat berupa penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Baca juga: Perbedaan PPN dan PPh
Kriteria Wajib Pajak yang Berpotensi Diaudit
Tidak semua Wajib Pajak akan mengalami audit pajak. Ada beberapa faktor yang dapat memicu DJP untuk melakukan audit pajak, antara lain:
1. Mengajukan Restitusi Pajak
Jika seorang Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), DJP akan melakukan audit untuk memastikan keakuratan jumlah lebih bayar tersebut.
2. Melaporkan SPT yang Menyatakan Rugi Secara Berulang
Perusahaan yang terus-menerus melaporkan kerugian dalam laporan SPT Tahunan dapat menarik perhatian otoritas pajak, karena ada kemungkinan bahwa laporan tersebut tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
3. Restrukturisasi Perusahaan
Perusahaan yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran berpotensi untuk dilakukan pemeriksaan.
4. Pihak Lain yang Ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut
Pihak lain yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berpotensi untuk dilakukan pemeriksaan.
5. Risiko Kepatuhan Wajib Pajak
Risiko kepatuhan Wajib Pajak (compliance risk) adalah risiko yang timbul akibat ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Terhadap Wajib Pajak tertentu dapat terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan risiko kepatuhan Wajib Pajak.
6. Terdapat Data Konkret
Data konkret merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP yang berupa: faktur pajak yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem DJP tetapi belum atau tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN; Wajib Pajak menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang belum atau tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPh; bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
7. Sehubungan dengan Pemeriksaan untuk Tujuan Lain
Pemeriksaan untuk tujuan lain dapat dilakukan antara lain atas Wajib Pajak yang mengajukan penghapusan NPWP, mengajukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, penetapan Wajib Pajak pemberi kerja berlokasi usaha di daerah tertentu, dst.
Baca juga: Apa Itu PPh Pasal 4 Ayat 2
Tahapan Proses Audit Pajak
Audit pajak bukanlah proses yang tiba-tiba dilakukan oleh DJP tanpa prosedur yang jelas. Ada beberapa tahapan yang harus dilewati sebelum hasil akhir ditentukan. Pemahaman terhadap proses ini akan membantu Wajib Pajak mempersiapkan diri dengan lebih baik.
1. Pemberitahuan dan Pemanggilan
Proses audit pajak dimulai dengan DJP menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2) kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa. Setelah disampaikannya surat tersebut, pemeriksa pajak akan melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk memberitahukan alasan dan tujuan pemeriksaan beserta hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan. Setelah melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak, pemeriksa pajak akan membuat berita acara hasil pertemuan.
2. Permintaan Data/Dokumen
Wajib Pajak harus meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta oleh pemeriksa pajak paling lama 1 bulan sejak surat permintaan disampaikan oleh pemeriksa. Selama jangka waktu tersebut, pemeriksa pajak dapat menyampaikan peringatan tertulis sebanyak 2 kali apabila Wajib Pajak belum memenuhi seluruhnya maupun sebagian buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta.
3. Proses Pemeriksaan
Pada tahap ini, pemeriksa pajak akan menganalisis berdasarkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang diberikan oleh Wajib Pajak beserta data/dokumen yang telah dimiliki oleh pemeriksa. Pemeriksa pajak dapat meminta tambahan data, informasi, keterangan dan/atau penjelasan dari Wajib Pajak maupun meminta keterangan kepada pihak ketiga.
4. Pembahasan Temuan Sementara
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, pemeriksa pajak menyampaikan panggilan untuk Pembahasan Temuan Sementara kepada Wajib Pajak dengan dilampiri daftar temuan sementara. Pada saat Pembahasan Temuan Sementara, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk memberikan buku, catatan, data, informasi, keterangan lain, maupun menghadirkan saksi, ahli, atau pihak ketiga, yang dapat mendukung argumentasi Wajib Pajak. Hasil Pembahasan Temuan Sementara akan dituangkan oleh pemeriksa pajak ke dalam berita acara.
5. Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Tanggapan SPHP dari Wajib Pajak
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP beserta daftar temuan hasil pemeriksaan. Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan tertulis dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja.
6. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pemeriksa pajak menyampaikan undangan untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak. Setelah dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, pemeriksa pajak membuat risalah pembahasan, berita acara, dan ikhtisar hasil pembahasan akhir.
7. Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Pemeriksa pajak menyusun LHP berdasarkan kertas kerja pemeriksaan. Berdasarkan LHP yang telah dibuat, pemeriksa pajak membuat nota perhitungan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP). Dalam hal pemeriksaan dilakukan untuk tujuan lain, pemeriksa pajak mengusulkan tindak lanjut yang sesuai dengan kriteria pemeriksaan.
8. Penyelesaian dan Pembayaran Kewajiban (Jika Ada)
Jika terdapat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Wajib Pajak harus melunasi kurang bayar dalam jangka waktu yang ditentukan. Jika Wajib Pajak tidak menyetujui hasil pemeriksaan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan sesuai prosedur yang berlaku.
Baca juga: Apa Itu PPh
Dokumen yang Harus Disiapkan oleh Wajib Pajak
Dalam proses audit pajak, pemeriksa akan meminta berbagai data/dokumen yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Data/dokumen ini harus disiapkan agar mempermudah Wajib Pajak menghadapi proses pemeriksaan.
1. Data/dokumen Keuangan
Data/dokumen ini mencerminkan kondisi keuangan Wajib Pajak dan menjadi dasar perhitungan pajak, antara lain:
- Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi)
- Laporan audit dari akuntan publik (jika di audit)
- Buku besar dan neraca saldo
- Rekening koran
- Bukti transaksi yang mendukung laporan keuangan
2. Dokumen Perpajakan
Dokumen ini berisi laporan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada DJP beserta bukti pemenuhan kewajiban perpajakan, antara lain:
- Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Masa
- Bukti pembayaran pajak
- Faktur pajak keluaran dan masukan
- Bukti pemungutan/pemotongan pajak
3. Dokumen Pendukung Lainnya
Selain laporan keuangan dan dokumen perpajakan, pemeriksa pajak dapat meminta dokumen lainnya seperti:
- Akta perusahaan
- Kontrak atau perjanjian
- Dokumen kepemilikan aset
- Perjanjian hutang piutang
Baca juga: Apa Itu PPh Final
Kesimpulan
Audit pajak merupakan proses yang penting dalam sistem perpajakan di Indonesia untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan memahami tahapan proses audit pajak serta data/dokumen yang diperlukan, Wajib Pajak dapat lebih siap dalam menghadapi proses audit.
Jika Anda memerlukan bantuan dalam menghadapi proses audit pajak atau ingin memastikan bahwa kewajiban perpajakan Anda telah sesuai ketentuan, Anda dapat menggunakan jasa dari konsultan pajak Jakarta profesional. Dengan bantuan konsultan pajak yang tepat, Anda tidak hanya dapat mengurangi risiko kesalahan tetapi juga mengoptimalkan perencanaan pajak agar lebih efisien.
Jangan biarkan proses audit pajak menjadi hambatan bagi bisnis Anda. Hubungi PB Taxand untuk mendapatkan layanan konsultan pajak yang terpercaya dan profesional.
Comment