Menara Imperium, 27th Floor Jl. H.R. Rasuna Said Kav.1 Jakarta 12980 - Indonesia
+62 21 835 6363

Your Trusted Tax Advisor

konsultan pajak jakarta

tax consultant jakarta

transfer pricing service

corporate tax service

tax compliance service

international tax service

tax expert jakarta

UU Cipta Kerja

konsultan pajak surabaya

tax consultant surabaya

SPT Pribadi

Omnibus Law Perpajakan

Insentif Pajak Penghasilan

corporate tax return

individual tax return

tax verification service

tax audit service

BPHTB Adalah Pajak Apa? Pengertian, Dasar Hukum & Cara Menghitungnya

  • By Admin
  • 02 September 2025
Share

Bagi siapa pun yang pernah membeli rumah, menerima hibah tanah, atau mendapatkan warisan berupa bangunan, istilah BPHTB pasti tidak asing lagi. Namun, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami apa sebenarnya BPHTB itu, apa dasar hukumnya, dan bagaimana cara menghitungnya. Padahal, pengetahuan ini penting agar proses  pengalihan properti dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan masalah hukum maupun administrasi di kemudian hari.

Artikel ini akan mengulas mengenai BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), mulai dari pengertian, dasar hukum, subjek dan objek pajak, tarif, hingga cara perhitungannya.

Pengertian BPHTB

BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Secara sederhana, BPHTB merupakan pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak ini bisa terjadi melalui berbagai cara, seperti jual beli, hibah, waris, tukar-menukar, pelepasan hak, lelang, hingga hadiah.

Artinya, setiap kali terjadi peralihan hak atas properti, pihak yang memperoleh hak tersebut berkewajiban membayar BPHTB sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan kata lain, BPHTB adalah salah satu jenis pajak yang harus diperhitungkan dalam transaksi pengalihan properti.

Dasar Hukum BPHTB

BPHTB awalnya diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2000. Namun, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), kewenangan pemungutan BPHTB dialihkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Lebih lanjut di tahun 2022, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, guna menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien.

Dengan perubahan ini, BPHTB resmi menjadi salah satu pajak daerah. Artinya, ketentuan mengenai tarif, besaran nilai tidak kena pajak, serta tata cara pembayaran bisa berbeda-beda antar daerah, bergantung pada peraturan daerah (perda) yang berlaku.

Subjek dan Objek BPHTB

Subjek BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Contohnya:

  • Seseorang yang membeli rumah atau tanah;

  • Penerima hibah tanah dari keluarga;

  • Ahli waris yang mendapatkan rumah dari pewaris.

Objek BPHTB

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Beberapa peristiwa yang termasuk objek BPHTB antara lain:

  • Jual beli tanah dan bangunan;

  • Tukar-menukar;

  • Hibah dan hibah wasiat;

  • Waris;

  • Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum;

  • Pemisahan atau penggabungan usaha;

  • Peleburan usaha;

  • Hadiah berupa tanah atau bangunan;

  • Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Namun, terdapat juga tanah dan bangunan yang dikecualikan dari objek BPHTB. Misalnya, tanah atau bangunan yang diperoleh untuk keperluan ibadah, kantor Pemerintah, badan atau perwakilan lembaga internasional (dengan syarat), atau yang diperoleh orang pribadi atau bBadan karena wakaf.

Tarif BPHTB

Tarif BPHTB secara umum ditetapkan sebesar 5% dari dasar pengenaan pajak (DPP). Namun, dasar pengenaan pajak ini tidak langsung dihitung dari keseluruhan nilai transaksi, melainkan dari selisih antara Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

  • NPOP adalah nilai transaksi yang disepakati, atau jika lebih rendah, menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah.

  • NPOPTKP adalah nilai tertentu yang ditetapkan pemerintah daerah sebagai batas minimal yang tidak dikenakan BPHTB. Besaran NPOPTKP bervariasi di setiap daerah. Misalnya , di DKI Jakarta, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp250 juta untuk perolehan selain hibah wasiat atau waris atas perolehan hak pertama, dan Rp 1 Miliar untuk perolehan karena waris atau hibah wasiat kepada keluarga sedarah (garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah, termasuk suami/istri).  

Dengan demikian, perhitungan BPHTB selalu memperhitungkan faktor wilayah dan ketentuan peraturan daerah setempat.

Cara Menghitung BPHTB

Rumus sederhana menghitung BPHTB adalah sebagai berikut:

BPHTB = 5% × (NPOP – NPOPTKP)

Mari kita lihat contoh berikut:

  1. Kasus Jual Beli Tanah di Jakarta


    • Harga transaksi: Rp1.500.000.000


  • NJOP: Rp1.000.000.000

  • NPOPTKP (Jakarta): Rp250.000.000

  • Dasar pengenaan: Rp1.500.000.000 – Rp250.000.000 = Rp1.250.000.000

  • BPHTB terutang: 5% × Rp1.250.000.000 = Rp62.500.000

Jadi, pembeli tanah tersebut wajib membayar BPHTB sebesar Rp62,5 juta.

  1. Kasus Hibah Wasiat kepada Anak


    • Nilai pasar: Rp1.200.000.000


  • NJOP: Rp1.000.000.000

  • NPOPTKP untuk hibah di Jakarta: Rp 1.000.000.000

  • Dasar pengenaan: Rp1.200.000.000 – Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000

  • BPHTB terutang: 5% × Rp200.000.000 = Rp10.000.000

Dalam hal hibah dan waris, terdapat pemerintah daerah yang memberikan fasilitas pengurangan tarif BPHTB, contohnya di DKI Jakarta terdapat pengurangan tarif BPHTB sebesar 50% dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.

Saat Terutang BPHTB

BPHTB terutang pada saat:

  • tanggal dibuat dan ditandatanganinya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk peristiwa jual beli;

  • tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;

  • tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;

  • tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;

  • tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak atau di luar pelepasan hak;

  • tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.

 Dengan demikian, pembayaran BPHTB biasanya menjadi syarat sebelum akta bisa didaftarkan di kantor pertanahan.

Prosedur Pembayaran BPHTB

Prosedur pembayaran BPHTB diatur oleh masing-masing pemerintah daerah. Namun, secara garis besar, alurnya sebagai berikut:

  1. Wajib Ppajak mengisi Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB (SSPD BPHTB).

  2. Menghitung besarnya BPHTB terutang berdasarkan ketentuan daerah.

  3. Melakukan pembayaran melalui bank persepsi atau kanal pembayaran yang ditunjuk.

  4. Menyerahkan bukti pembayaran kepada PPAT atau kantor pertanahan sebagai syarat proses balik nama.

Di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, proses pembayaran kini dapat dilakukan secara online melalui portal resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Sistem digital ini membuat proses lebih cepat, transparan, dan memudahkan masyarakat.

Tantangan dan Hal yang Perlu Diperhatikan

Meski secara konsep sederhana, praktik di lapangan sering kali menimbulkan kebingungan. Perbedaan peraturan antar daerah, variasi besaran NPOPTKP, hingga perbedaan penilaian NPOP bisa menjadi penyebab timbulnya masalah. Oleh sebab itu, Wajib Pajak perlu memastikan perhitungan dilakukan dengan tepat dan sesuai peraturan daerah yang berlaku di lokasi properti.

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan waktu pembayaran. Keterlambatan pembayaran dapat menimbulkan sanksi administrasi.

Penutup

BPHTB merupakan salah satu pajak daerah yang wajib diperhitungkan dalam setiap transaksi perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dengan memahami pengertian, dasar hukum, tarif, serta cara menghitungnya, masyarakat dapat lebih siap menghadapi kewajiban pajak ini. Pemahaman yang baik juga akan menghindarkan dari masalah hukum maupun administrasi di kemudian hari.

Bagi individu maupun perusahaan yang sering melakukan transaksi pengalihan properti, pendampingan dari konsultan pajak profesional dapat membantu dalam memenuhi kewajiban pajak terkait. PB Taxand dapat memberikan solusi strategis dan praktis dalam mengelola kewajiban perpajakan Anda.



Baca Juga : Apa Itu PPN di Indonesia

Share

Comment

0/1000

Please make sure you are logged in to the platform and comment sensibly and responsibly. Comments are the sole responsibility of the commenter as stipulated in the UU ITE.