Cara Menghitung PPN dan Contoh Perhitungannya di Indonesia
- By Admin
- 30 June 2023

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di Indonesia. PPN dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi, dari produsen hingga konsumen akhir. Sebagai konsumen akhir, biasanya kita hanya melihat jumlah PPN yang tertera pada struk atau faktur pembelian. Namun, bagaimana sebenarnya cara menghitung PPN? Simak penjelasan berikut ini.
Sebelum mengetahui cara menghitung PPN, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pihak yang berhak memungut PPN adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai PKP adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan penyerahan BKP atau JKP dengan jumlah peredaran bruto melebihi Rp 4,8 Milyar selama 1 tahun buku.
Setelah mengetahui tentang PKP, dalam PPN juga dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran merupakan PPN yang dipungut oleh penjual pada saat menyerahkan BKP atau JKP. Sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang dibayarkan oleh pembeli pada saat memperoleh BKP atau JKP.
Cara Menghitung PPN
Rumus untuk menghitung PPN adalah tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP), dimana tarif PPN yang telah berlaku sejak tanggal 1 April 2022 sampai dengan saat ini adalah 11%. Namun, Pemerintah dapat menaikan tarif PPN menjadi 12% yang rencananya akan diberlakukan paling lambat tanggal 1 Januari 2025.
Sebagai contoh, PT ABC merupakan PKP yang menjual BKP kepada PT XYZ dengan harga jual Rp 1.000.000, maka PPN yang harus dipungut oleh PT ABC adalah sebesar Rp 110.000 (PPN terutang: 11% x Rp 1.000.000). PPN yang dipungut oleh PT ABC akan menjadi Pajak Keluaran bagi PT ABC, sedangkan PPN yang dibayarkan oleh PT XYZ akan menjadi Pajak Masukan bagi PT XYZ.
Selanjutnya, Pajak Masukan yang diterima oleh PT XYZ dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk mengurangi jumlah PPN Kurang Bayar yang harus disetorkan dalam suatu masa pajak. Akan tetapi, apabila jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam suatu masa pajak lebih besar daripada Pajak Keluaran yang dipungut di masa pajak tersebut, maka akan menimbulkan PPN Lebih Bayar.
Pajak Masukan < Pajak Keluaran = PPN Kurang Bayar
Pajak Masukan > Pajak Keluaran = PPN Lebih Bayar
Objek PPN
Secara umum, semua barang dan jasa merupakan objek PPN. Namun atas berbagai pertimbangan Pemerintah, baik pertimbangan sosial maupun ekonomi, maka terdapat beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN sehingga tidak masuk sebagai objek PPN. Barang dan jasa yang tidak termasuk objek PPN diatur dalam Pasal 4A UU PPN yang telah diubah terakhir dengan UU HPP.
Kelompok barang yang tidak termasuk objek PPN adalah sebagai berikut:
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya (baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak) yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
- uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Sedangkan jenis jasa yang tidak termasuk objek PPN antara lain:
- jasa keagamaan;
- jenis jasa di bawah ini yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah:
- jasa kesenian dan hiburan yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan;
- jasa perhotelan;
- jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna;
- jasa boga atau catering;
- jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
Selain itu, terdapat kelompok barang atau jasa yang diberikan fasilitas PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan oleh Pemerintah. Pemberian fasilitas tersebut didasari atas berbagai pertimbangan, seperti untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, merupakan kebutuhan pokok yang berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, sangat dibutuhkan di masyarakat, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam menentukan objek PPN, meskipun suatu barang atau jasa tidak terdapat dalam daftar non-objek PPN, perlu dipastikan kembali apakah terdapat pemberian fasilitas PPN atas barang atau jasa tersebut.
Semoga informasi mengenai PPN yang telah disampaikan di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pengenaan pajak di Indonesia, sehingga kita dapat menghindari potensi kesalahan atau pelanggaran yang dapat berakibat pada pengenaan sanksi atau denda. Selalu memperhatikan dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku juga merupakan langkah untuk menjaga kepatuhan kita sebagai warga negara yang baik.
Artikel Terkait
Comment